Selasa, 02 Juli 2013

83 DAN TANDA TANYA

Diposting oleh Unknown di 04.28 0 komentar

83 DAN TANDA TANYA
Afdholifah Ainunia Hago

Malam itu aku mengendarai santai sepeda motor biruku. Tujuanku menuju rumah. Aku sendirian, setelah seharian penuh menghabiskan hari dengan melempar tawa diiringi tangis dengan mereka yang sebayaku aku lelah dan ingin sekali melepas lelah di kasur empuk. Aku mengendarai sepeda motorku  perlahan, beberapa meter di depanku kulihat traffic light sudah siap menyambut. Lampu merah terpampang dengan angka 83. Ahh, lama sekali batinku. Saat berhenti kulemparkan pandangan ke sekitarku. Tiba-tiba saja kuhentikan gerak kepala dan memantapkan pandangan mata kesatu arah. Bocah kecil berwajah muram ini menyita perhatianku. Rambut panjangnya tegerai kusut. Matanya memancarkan kelelahan mendalam. Tubuhnya kurus kering. Dan langkahnya, langkah terberat yang pernah kulihat. Tapi satu hal yang membuatku terus menatapnya, senyum yang dia miliki. Senyum yang dia pancarkan dengan tulus berkawan ikhlas. Tak lama kemudian dia berjalan mendekat ke arahku. Seketika menepuk-nepukan tangannya dan mulai menyanyikan sebuah lagu yang entah apa aku tak berusaha mencari tau atau mengingatnya. Suaranya sumbang. Tapi dia terus bernyanyi dengan tersenyum. Kemudian mengadahkan tangannya. Dengan terburu-buru, ku ambil recehan yang ku simpan di saku celana dan memberikan kepadanya. Bunyi gemerincing terdengar. “Terimakasih kak”. Begitu katanya sambil berlalu kemudian bernyanyi sumbang lagi ke lainnya. Dan aku hanya membalas dengan senyum yang masih bingung. Kemudian pikiranku mulai menuntunku untuk melamun. Melamunkan banyaknya pertanyaan. “Kenapa anak kecil seperti itu, di malam yang dingin seperti ini, berada di luar? Kenapa dia bekerja? Apa besok dia tidak bersekolah seperti anak-anak lainnya? Apa dia tidak punya PR yang harus dia kerjakan? Tapi tunggu, apa dia bersekolah? Kebanyakan anak seperti dia mungkin berlatar belakang tidak mampu. Mungkin saja dia tidak sekolah. Lalu, kemana orang tuanya? Mungkinkah penghasilan orang tuanya tidak mencukupi sehingga dia harus membantu untuk “mencukupinya?”. Atau mungkin kedua orangtuanya sudah bersama Yang Kuasa di atas sana? Kenapa dia sangat tidak terurus? Dimana dia tidur? Apa dia memejamkan mata di atas tanah yang kasar berselimutkan langit berbintang? Apa lalu lalang kendaraan sudah biasa jadi apa yang dia lihat? Apa makannya terurus? Apa hiduonya selalu di siang yang terik dan malam yang membekukan dirinya perlahan? Tapi, bukankah kemarin kulihat di televisi orang-orang yang memegang andil negara ini berkata bahwa semua rakyatnya akan merasa hidup dengan dasar tercukupi. Lalu sekarang kemana pemerintah? Kemana orang-orang besar berjas dan berdasi itu? Kemana mereka yang mengumbar janji untuk mensejahterkan rakyatnya? Kenapa masih sangat bertumpuk orang-orang seperti anak itu? Apa pemerintah berbohong? Mau jadi apa negara ini bila banyak anak seperti itu memiliki masa kecil yang tidak begitu cerah? Bagaimana nanti bila dia dewasa? Apa dia akan memiliki pekerjaan yang baik lagi halal? Bukankan kami-kami ini sebagai Sumber daya manusia yang membantu memajukan negara ini? Lalu, jika sumber daya manusianya buruk lagi bobrok? Apa negara ini akan berjalan maju ke depan? Atau mungkin berdiam dan menunggu hujan pencerahan dari langit? Atau mungkin mundur dan perlahan hancur lalu hilang nama dari dunia? Mungkin negara lain mau membantu. Tetapi negaraku, negara yang melahirkan para koruptor. Apakah mereka mau percaya pada negaraku yang isinya hanya pengkhianat-pengkhianat bangsa? Lalu bagaimana nasib kami? Kami haya rakyat. Rakyat yang ternyata salah mempercayai orang untuk mengatur bangsa kami yang dulu, dulunya dengan perjuangan setengah mati para pahlawan untuk memerdekakannya ”.
“piip piip”. Suara bel sepeda motor dibelakangku sontak mengagetkanku. Ternyata merah sudah berganti hijau. Ku kendarai sepeda motorku perlahan. Tadi itu 83 detik dengan setumpuk tanda tanya dalam pikiranku. Tapi bagaimana bisa? J
 

writing is beauty Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea