Selasa, 19 Februari 2013

Perempuan Sejuta Gelar

Diposting oleh Unknown di 06.21 0 komentar

Perempuan Sejuta Gelar
(Afdholifah Ainunia Hago)

Ibu, kalau aku dengar kata itu, mungkin hanya wajah lembut ibuku yang terbayang. Betapa lembut dan hangatnya tatapan ibuku. Senyumnya saja bisa mengguncang hatiku, meluluhkan tiap nafas amarahku, menghapuskan rasa kecewa berat yang aku tahan di dalam dada.  Ketika aku mengingat kata-katanya, tiap ucapannya, tiap huruf yang dia keluarkan dari bibir mungilnya, sungguh itu sangat menyamankan sepasang telingaku, kemudia menjalar ke otak serta hatiku, serasa air sungai tersegar mengalirinya. Hebat sekali ibuku, hanya dengan tindakan spelenya itu, dia sudah bisa mengubah sedetik perasaan dalam hariku.

Ibu, kalau aku dengar kata itu, pastilah itu pahlawanku. Bayangkan saja, dia rela dan teramat sangat ikhlas mempertaruhkan hidupnya demi aku, demi nafasku, demi senyumku, demi tawaku, demi tangis pertamaku yang ingin dia dengar, dan demi hidupnya aku. Ya aku, anaknya. Aku bangga terlahir dari wanita penuh pengorbanan layaknya ibuku.

Ibu, kalau aku dengar kata itu, pastilah itu bidadari wujud manusiaku. Sungguh sangat penyayang, pendengar yang baik, penolong yang hebat, dan segala macam pujian terindah untuknya, Ibuku. Ibuku itu bidadari wujud manusia, pastilah mempunyai nafsu amarah. Tapi tenang, dia bidadari, ingat? Amarahnya pun untuk kebaikanku.

Ibu, kalau aku dengar kata itu, pastilah pendoa terbaik di dunia sekaligus yang terburuk. Aku heran, aku pernah mendengar ibuku berdoa di waktu dini hari, dan namaku terdengar berulang kali diiringi isakan tangis. Sesaat kemudian dia berdoa dan meminta pada Tuhan seperti ini “Oh Tuhanku maha segala-galanya, Ijinkan aku hidup selama usia hidup anakku. Ijinkan aku hidup dan menemaninya untuk hidup dalam hidup yang penuh rintangan bahaya. Ijinkan aku melangkah didepannya dan menghadang segala cobaan dan berjalan dibelakangnya sebagai penyemangatnya”. Lagi-lagi untuk aku.



Ahh, aku sampai lupa harus menulis gelar apa lagi untuk ibuku. Terlalu banyak gelar terbaik yang diperoleh ibuku. Karena ibuku, PEREMPUAN SEJUTA GELAR.

Sabtu, 16 Februari 2013

Ayahku Sayang Ayahku Malang

Diposting oleh Unknown di 06.32 0 komentar

Ayahku sayang, Ayahku Malang
(Afdholifah Ainunia Hago)

Sungguh, jangan engkau tahan aku untuk menangis
Kepergianmu hanya membawa duka yang terpaksa kuterima
Sungguh, jangan memintaku merelekanmu
Bayang tawa candamu hanya membuatku semakin meradang perih

Kenapa mendahuluiku wahai ayah?
Kenapa menutup mata terlebih dahulu?
Kenapa tak ingin kau buka sepasang mata itu lagi melihatku, ayahku sayang?
Bernafaslah lagi oh ayahku, sungguh berkata katalah lagi

Ibu, bisakah bangunkan ayah untukku?
Bisakah buat tanganya memelukku lagi?
Oh Ibu, mengapa engkau hanya diam, bantu aku buat dia tersenyum lagi

Tuhan, bawa kembali ayahku ke sini
Segera secepat angin
Bangunkan dia Tuhan
Kembalikan ayahkku sayang, ayahku malang

Tersadar ku dalam lautan tangis
Lelahku meraung memanggilmu kembali
Sadarku Tuhan lebih membutuhkan dan menginginkanmu
Buat aku belajar ikhlas menerima pergimu ke langit

Ayahku sayang, “maaf” mungkin kata terakhir
Tingkah bodoh dan kasar kata mungkin membuat pedih hati
Oh Ayahku sayang, biarkan aku mencoba berkata lagi
Kembalilah, kembalilah ayah


Pergilah ayahku sayang
Hari ini aku lepas bebaskan dikau
Pergilah ayahku sayang
Hari ini aku biarkan engkau berjalan sendiri
Pergilah ayahku sayang
Terbang bebas mengitari langit biru

Selasa, 05 Februari 2013

Sendiri

Diposting oleh Unknown di 21.42 0 komentar

SENDIRI
(AFDHOLIFAH AINUNIA HAGO)


Aku mulai lelah dengan hari
Kenapa?
Serasa aku berjalan sendiri melewati
Aku mulai lelah dengan hati?
Kenapa?
Serasa kosong menemani

Aku mulai lelah sendiri
Kenapa?
Serasa dunia menjauhi diri
Aku mulai muak dengan kasih
Kenapa?
Serasa omomg kosong belaka kudapati

Tak ada yang tesenyum
Ketika aku datang membawa senyum
Semua hanya ikut berurai air mata
Ketika yang kubawa hanya duka
Semua hanya ikut beradu suara
Ketika yang aku bawa hanyalah petaka

Aku tak jauh beda
Dengan mereka yang butuh teman
Aku tak jauh beda
Dengan mereka yang butuh didengarkan
Aku tak jauh beda
Dengan mereka yang butuh peluk penenang


Tuhan, apa aku sudah mulai menjadi sebatang kara?
Dengan tiada siapapun bersama
Tuhan, apa aku sudah mulai ditinggal?
Dari dunia indah tawa
Dan Tuhan, apa aku akan seperti ini?
Sampai aku bertemu yang pas tinggal di sisi

Tak hanya butuh sang cinta
Siapa saja asal menerima
Tak butuh yang berlebih
Asal ditenangi dalam hati
Tak butuh kesempurnaan
Asal mendengar penuh arti

Tuhan, sampai aku menemukan apa yang aku cari
Ijinkan aku tetap menjadi pengadu setia tentang cerita penuh warna di hari ini
 

writing is beauty Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea