SELAMAT
TINGGAL
ATAMBUA
KECIL NAN INDAH
PROLOG
Mungkin bagi sebagian orang cinta
terhadap kota yang dia tinggali itu tidak terlalu penting, karena mungkin kota
hanya sebagai tempat untuk melakukan sebagain aktivitas dan hanya sebagai
sarana tempat. Tapi, bagi seorang Afi kota yang dia tinggali bertahun-tahun
lamanya itu punya cerita sendiri untuknya. Meskipun kota tercintanya itu ada di
pulau yang mungkin tidak dikenali banyak orang, kota itu tetap mempunya arti
tersendiri. Kisah sedih dan senang yang dilewatinya di kota itu, janji yang dia
buat, orang-orang yang menyayanginya,
membuatnya mungkin tak ingin pindah apalagi diharuskan bersekolah di
luar dari kota tercintanya.

Pagi itu cuacanya indah sekali.
Matahari yang bersinar terang, burung-burung yang berkicau, angin pagi yang
menyegarkan membuatku bersemangat sekali untuk pergi bersekolah. Dengan pakaian
puih biru, dasi, dan tas punggung yang ku kenakan, ku langkahkan kaki menuju
keluar kamar. Ku lihat mama, aba(panggilan untuk seorang bapak), dan adikku,
Tiara sudah berada di meja makan untuk menikmati sarapan pagi. Aku pun ikut
duduk dan menikmati sarapan pagi. Setelah selesai, aku aba dan tiara pamit
untuk berangkat. Hari ini aba akan mengantarku dan Tiara karena katanya hari
ini tidak terlalu sibuk. Aku pun berpamitan kepada mama untuk berangkat.
Sekolahku cukup jauh, membutuhkan
waktu setengah jam untuk sampai disana. Selama perjalanan aku menikmati
pemandangan Atambua, sebuah kota di Provinsi kupan di Pulau NTT, kota kecil
yang indah tempat segala sesuatu terjadi tentang diriku. Senang susah, ada di
Atambua. Dalam perjalanan ku, ku lihat ada segerombolan anak SD yang sedang
berjalan bersama menuju sekolah. Pakaian yang rapi dan hanya membawa tas
samping, bahkan ku lihat ada anak yang tidak membawa tas, hanya membawa satu
buah buku dan pensil. Di pemandangan lain, ku lihat ada seorang nenek yang
sudah membawa tumpukan sayur yang dibungkus dengan kain yang cukup lebar untuk
di jual dari satu rumah ke rumah lain. Di arah lain aku lihat ada seorang anak
muda seumuranku membawa karung dan sabit untuk mencari rumput untuk memberi
makan sapi-sapinya. Dalam hati aku berpikir, harusnya dia bersekolah bukan
bekerja seperti itu. Bagaimana dengan masa depannya nanti. Di arah lainnnya
lagi, adan seoarang anak perempuan yang mungkin satu tahun lebih muda dariku
membawa ember dan berjalan dari satu rumah ke rumah lain. Pakaiiannya kumal,
dan rambutnya tak beraturan. Biasanya jika ada anak yang membawa ember, berarti
dia sedang mencari makanan sisa untuk diberi makan kepada babi-babi yang mereka
punya.
Yaa, mayoritas di kota kecilku ini
memang bukanlah Islam. Tapi jangan salah, perbedaan yang ada di Kotaku ini tak
pernah jadi masalah. Kami menghargai satu sama lain. Saling mengerti satu sama
lain dalam segala hal. Ku hirup sekali lagi udara di kota kecil ini. Segar dan
menyegarkan. Kotaku memang tidak sesejuk Malang, karena kotaku ini cukup dekat
dengan hamparan laut biru yang sangat indah yang terkadang membuat kotaku ini
menjadi sangat panas di siang hari. Tapi itulah yang menjadi ciri khas kotaku,
meski panas kami punya asset indah, hamparan laut biru.
Tak terasa akupun tiba di sekolahku,
SMPN 1 Atambua. Salah satu SMP terfavorit di Atambua. Ku salim tangan kanan aba
dan pamit untuk mencari ilmu. Ku langkahkan kaki menuju gerbang sekolah.
Terlihat sudah banyak murid yang berdatangan. 3 Tahun belajar di sekolah ini,
rasanya tidak cukup. Sekolah dan isinya membuatku selalu ingin berada di
sekolah. Guru-guru yang ramah, teman-teman yang ada di saat suka dan duka,
kelas yang menjadi saksi bisu pencarian ilmu, dan lainnya. Meski sekolahku
tidak sebagus sekolah-sekolah di luar, tapi murid-murid disini juga tak kalah
pintar dan kreativitasnya.
Hari ini tidak aka nada proses
pembelajaran untuk siswa kelass tiga, karena Ujian Nasional telag dilewati
tinggal menunggu hasilnya saja. Aku dan teman-teman kelaspun duduk dan
bercertita. Tertawa ketika mengingat semua kejadian lucu yang kami lewati dulu,
menangis ketika bercertita kembali tentang semua pengalaman sedih kami yang
terjadi di kelas, ahh SMPku, penuh sekali dengan ribuan kisah yang tak bisa ku
ceritakan satu persatu. Tiba-tiba saja panggilan dari kepala sekolah menyuruh
seluruh kelas tiga untuk berbarispun mengagetkanku. Ternyata ada pengumuman,
dua hari lagi kami akan mendengar hasil dari jerih payah kami selama
bertahun-tahun. Hari itu juga diadakan acara perpisahan untuk kami. Ada yang
membacakan puisi yang membuat aku menangis, ada yang menyumbangkan lagu untuk
kelas tiga, ada pidato dari guru yang memotivasi kami untu terus maju, dan
diakhiri dengan acara bersalam-salaman untuk meminta maaf dan berterimakasih
kepada guru-guru dan adik-adik kelas atas semua perbuatan selama ini.
2 hari kemudian
LULUS !!
Tangis
dan tawa bercampur dihari itu. Bagaimana tidak, akhirnya kepala sekolah
mengumumkan bahwa di sekolahku 100% LULUS. Terikan gembira pun terdengar di
sudut-sudut sekolah yang hanya akan tinggal kenangan. Betapa bahagianya aku,
karena usahaku selama ini membuahkan hasil yang memuaskan.
Saat tiba di rumah, aba dan mama
memberi ucapan selamat kepadaku. Begitu juga para tetangga yang sudah kuanggap
keluarga, mereka berharap aku bisa menjadi yang terbaik untuk orang-orang yang
menyayangiku. Tapi, hari itu juga kebimbangan datang. Mama dan aba-aba yang
tiba-tiba mengajakku ke kamar untuk mengobrol serius membuatku sedikit takut.
Malang.
Aku akan bersekolah di Malang.
Kaget.
Benar-benar kaget. Mama memintaku untuk bersekolah di Malang. Mama menginginkan
aku untuk bisa bersekolah di sekolah yang bagus, dan mama menginginkan aku
untuk bisa hidup mandiri. Bayangkan, aku akan meninggalkan tanah kelahiranku,
kota yang paling aku cintai, kota yang penuh dengan tawa dan tangis. Sungguh
awalnya aku menolak karena aku sudah berjanji dengan teman-teman kelasku untuk
bersekolah di tempat yang sama di Atambua. Tapi, dalam hati aku juga ingin
bersekolah di sekolah yang bagus dan mencari pengalaman, dan bisa menjadi
mandiri. Bingung, sungguh-sungguh bingung. Tapi setelah ku pikir-pikir mungkin
tidak ada salahnya aku bersekolah di Malang. Toh, aku hanya akan meninggalkan
kota kecilku ini hanya untuk sementara. Dan aku juga berniat, jika aku sudah
sukses nanti akan ku bangun Atambua menjadi kota yang maju dan di kenal banyak
orang. Tak ada salahnya aku mencoba.
Hari-hari terakhir di Atambua, aku
habiskan dengan orang-orang yang akan kutinggal dalam waktu yang lama. Aku
sering ke sekolah hanya untuk bertemu dengan guru-guru dan meminta nasihat
mereka. Aku sering pergi dan menghabiskan waktu dengan teman-teman yang aku
sayangi. Aku sering pergi berjalan-jalan keliling Atambua untuk mengingat
setiap inci dari kota kecilku itu. Janjiku, jika aku sudah sukses nanti, aku
akan menjadikan Atambua kota yang akan dicintai setiap orang dan akan
dibanggakan oleh setiap orang. Selamat tinggal Atambua, aku tak akan
melupakanmu dan isinya.

EPILOG
Memang tidak mudah untuk meninggalkan kota yang begitu dicintai oleh
seorang Afi. Apalagi kota itu penuh dengan kenangan sedih dan senangnya. Tapi
dengan niat yang kuat untuk belajar mencari ilmu dan bertekad untuk mengubah
Atambua menjadi lebih baik, Afi pun berangkat. Kota yang indah, kota yang penuh
kenangan, kota kecil yang akan selalu di Ingat oleh seorang Afi.
0 komentar:
Posting Komentar